Pohon Kepel (Stelechocarpus burahol) di beberapa daerah di Indonesia dikenal juga sebagai buah dan pohon kecindul, cindul, simpol, burahol, dan turalak. Dalam bahasa Inggris tumbuhan langka ini dikela sebagai Kepel Aple. Sedangkan dalam bahasa latin (ilmiah) disebut Stelechocarpus burahol.
Pohon Kepel
menjadi kegemaran para putri keraton di Jawa selain lantaran memiliki
nilai filosofi sebagai perlambang kesatuan dan keutuhan mental dan
fisik, buah kepel juga dipercaya mempunyai berbagai khasiat dibidang
kecantikan. Buah Kepel telah menjadi deodoran (penghilang bau badan)
bagi para putri keraton. Sayang justru karena itu masyarakat jelata
tidak berani menanam pohon ini sehingga menjadi langka.
Ciri-ciri Kepel. Pohon Kepel (Stelechocarpus burahol)
mempunyai tinggi hingga 25 m dengan diameter batang mencapai 40 cm.
Pada kulit batangnya terdapat benjolan-benjolan. Benjolan-benjolan ini
merupakan bekas tempat bunga dan buah karena bunga dan buah kepel memang
muncul di batang pohon bukannya di pucuk ranting atau dahan.
Daun Kepel tunggal, lonjong meruncing
dengan panjang antara 12 – 27 cm dan lebar 5 – 9 cm. Warna daun Kepel
hijau gelap. Bunga berkelamin tunggal, harum. Bunga jantan terdapat pada
batang bagian atas atau cabang yang tua bergerombol antara 8 sampai 16.
Sedangkan bunga betina hanya terdapat pada batang bagian bawah.
Habitat dan Persebaran. Pohon
Kepel atau Burahol tersebar di kawasan Asia Tenggara mulai dari
Malaysia, Indonesia hingga Kepulauan Solomon bahkan Australia. Di
Indonesia, terutama di Jawa, Pohon Kepel mulai jarang dan langka.
Pohon Kepel dapat tumbuh di habitat yang berupa hutan sekunder yang terdapat di dataran rendah hingga ketinggian 600 mdpl.
Konservasi Pohon Kepel. Pohon Kepel (Stelechocarpus burahol)
menjadi salah satu pohon yang langka. Kelangkaan tanaman ini lebih
disebabkan oleh adanya anggapan pohon ini sebagai pohon keraton yang
hanya pantas di tanam di istana. Rakyat jelata, khususnya masyarakat
Jawa akan merasa takut mendapatkan tuah (kuwalat) jika menanam pohon
ini.
Selain itu, sebagian masyarakat juga
merasa buah ini malas untuk membudidayakannya. Meskipun memiliki rasa
yang manis tetapi sebagian besar isi buah dipenuhi biji sehingga
mengurangi minat orang untuk membudidayakannya.
Kini, pohon langka ini masih dapat ditemui di kawasan keraton Yogyakarta, TMII, Taman Kiai Langgeng Magelang, dan Kebun Raya Bogor.
Filosofi dan Manfaat Kepel. Buah Kepel (Stelechocarpus burahol)
yang buahnya seukuran kepalan tangan orang dewasa mempunyai filosofi
sebagai perlambang kesatuan dan keutuhan mental dan fisik karena seperti
tangan yang terkepal.
Buah Kepel sejak zaman dahulu telah
dipergunakan oleh para putri keraton sebagai penghilang bau badan dan
pewangi badan. Selain itu juga dipercaya sebagai salah satu sarana
kontrasepsi sebagai sterilitas wanita (KB).
Daging buah kepel dipercaya mempunyai khasiat memperlancar air kencing, mencegah inflamasi ginjal. Kayu pohon Kepel (Stelechocarpus burahol)
dapat digunakan sebagai bahan industri atau bahan perabot rumah tangga
dan bahan bangunan yang tahan lebih dari 50 tahun. Daun kepel bisa juga
dimanfaatkan untuk mengatasi asam urat. Lalap daun kepel mampu
menurunkan kadar kolesterol.
Sebuah ironi, pohon Kepel yang sarat
filosofi dan manfaat lagi digemari oleh para putri keraton justru pohon
tersebut menjadi langka dan terancam punah lantaran rakyat jelata takut
kuwalat jika ikut menanamnya. Adakah ini menyiratkan kepada kita bahwa
kita tidak boleh terlalu menggantungkan asa pada para penguasa. Kitalah,
segenap rakyat yang bisa menentukan lestari tidaknya alam ini termasuk
pohon Kepel, pohon Burahol.